Jakarta – Kejahatan dalam bisnis penukarang uang (money changer) terbilang cukup tinggi di tanah air. Sampai dengan Oktober 2016, Bank Indonesia (BI) mencatat, terdapat 612 money changer tidak berizin di seluruh Indonesia.

Banyaknya tempat penukaran valuta asing tak berizin, dikhawatirkan menjadi sasaran empuk kejahatan, seperti praktik pencucian uang, penyelundupan dan dana transfer ilegal.

Sebagai langkah antisipasi, sekelompok pengusaha money changer di Indonesia mendirikan organisasi yang diberi nama Asosiasi Penukaran Valuta Asing (APVA) Indonesia.

“APVA dibentuk agar dapat memilah mana money changer yang benar-benar murni melakukan perdagangan valuta asing secara jujur dan benar, serta mana yang tidak,” ujar Ketua Umum APVA, Datok Amat Tantoso saat pembukaan kantor APVA di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara, Rabu (8/3).

Menurutnya, APVA memiliki cara untuk menghindari kejahatan di money changer, diantaranya dengan mengharuskan anggotanya mengenal setiap pelanggannya (know yours customer).

Disamping itu, APVA selalu berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Tujuannya, agar setiap transaksi yang mencurigakan bisa dipantau bersama,” tambahnya.

Tidak kalah penting, kata Datok Amat, saat ini masih banyak money changer yang melakukan transaksi dengan menggunakan rekening pribadi atau karyawannya. Bukan menggunakan rekening perusahaan.

“Hal itu yang harus kita hindari. Nah jika menemukan hal seperti itu segera laporkan, karena cara yang demikian merupakan tindakan kriminal yang sangat fatal,” jelas pengusaha asal Batam ini.

Datok Amat berharap, kehadiran APVA mampu meminimalisir kejahatan pada perdagangan valuta asing.

“Itu sesuai dengan tujuan APVA, yaitu memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional di Indonesia. Kita ikuti aturan resmi BI, agar nantinya APVA menjadi organisasi yang baik dan maju di mata dunia,” tambahnya.